Sunday, April 18, 2010


History

Fashion design is generally considered to have started in the 19th century with Charles Frederick Worth who was the first designer to have his label sewn into the garments that he created. Before the former draper set up his maison couture (fashion house) in Paris, clothing design and creation was handled by largely anonymous seamstresses, and high fashion descended from that worn at royal courts. Worth's success was such that he was able to dictate to his customers what they should wear, instead of following their lead as earlier dressmakers had done. The term couturier was in fact first created in order to describe him. While all articles of clothing from any time period are studied by academics as costume design, only clothing created after 1858 could be considered as fashion design.

It was during this period that many design houses began to hire artists to sketch or paint designs for garments. The images were shown to clients, which was much cheaper than producing an actual sample garment in the workroom. If the client liked their design, they ordered it and the resulting garment made money for the house. Thus, the tradition of designers sketching out garment designs instead of presenting completed garments on models to customers began as an economy.

Types of fashion

There are three main categories of fashion design, although these may be split up into additional, more specific categories:

[edit] Haute couture

Until the 1950s, fashion clothing was predominately designed and manufactured on a made-to-measure or haute couture basis (French for high-fashion), with the garment being created for a specific client. A couture garment is made to order for an individual customer, and is usually made from high-quality, expensive fabric, sewn with extreme attention to detail and finish, often using time-consuming, hand-executed techniques. Look and fit take priority over the cost of materials and the time it takes to make.

[edit] Ready-to-wear

Ready-to-wear clothes are a cross between haute couture and mass market. They are not made for individual customers, but great care is taken in the choice and cut of the fabric. Clothes are made in small quantities to guarantee exclusivity, so they are rather expensive. Ready-to-wear collections are usually presented by fashion houses each season during a period known as Fashion Week. This takes place on a city-wide basis and occurs twice a year.

[edit] Mass market

Currently the fashion industry relies more on mass market sales. The mass market caters for a wide range of customers, producing ready-to-wear clothes in large quantities and standard sizes. Cheap materials, creatively used, produce affordable fashion. Mass market designers generally adapt the trends set by the famous names in fashion. They often wait around a season to make sure a style is going to catch on before producing their own versions of the original look. In order to save money and time, they use cheaper fabrics and simpler production techniques which can easily be done by machine. The end product can therefore be sold much more cheaply.

There is a type of design called 'kitsch' design. . . originated from the german word 'kitschen' meaning ugly or not aesthetically pleasing. Another way to describe the term 'kitsch' is " wearing or displaying something that has passed its fashion date and is therefore no longer in fashion. so if you are seen wearing a pair of pants that was once worn in the 80's it is seen to be known as a 'kitsch' fashion statement.[1]

antariksa



Luar angkasa atau angkasa luar atau antariksa (juga disebut sebagai angkasa), merujuk ke bagian yang relatif kosong dari Jagad Raya, di luar atmosfer dari benda "celestial". Istilah luar angkasa digunakan untuk membedakannya dengan ruang udara dan lokasi "terrestrial".

Karena atmosfer Bumi tidak memiliki batas yang jelas, namun terdiri dari lapisan yang secara bertahap semakin menipis dengan naiknya ketinggian, tidak ada batasan yang jelas antara atmosfer dan angkasa. Ketinggian 100 kilometer atau 62 mil ditetapkan oleh Federation Aeronautique Internationale merupakan definisi yang paling banyak diterima sebagai batasan antara atmosfer dan angkasa.

Di Amerika Serikat, seseorang yang berada di atas ketinggian 80 km ditetapkan sebagai astronot. 120 km (75 mil atau 400.000 kaki) menandai batasan di mana efek atmosfer menjadi jelas sewaktu proses memasuki kembali atmosfir (re-entry). (Lihat juga garis Karman).


Batasan menuju angkasa

  • 4,6 km (15.000 kaki) — FAA menetapkan dibutuhkannya bantuan oksigen untuk pilot pesawat dan penumpangnya.
  • 5,3 km (17.400 kaki) — Setengah atmosfer Bumi berada di bawah ketinggian ini
  • 16 km (52.500 kaki) — Kabin bertekanan atau pakaian bertekanan dibutuhkan
  • 18 km (59.000 kaki) — Batasan atas dari Troposfer
  • 20 km (65.600 kaki) — Air pada suhu ruangan akan mendidih tanpa wadah bertekanan (kepercayaan tradisional yang menyatakan bahwa cairan tubuh akan mulai mendidih pada titik ini adalah salah karena tubuh akan menciptakan tekanan yang cukup untuk mencegah pendidihan nyata)
  • 24 km (78.700 kaki) — Sistem tekanan pesawat biasa tidak lagi berfungsi
  • 32 km (105.000 kaki) — Turbojet tidak lagi berfungsi
  • 45 km (148.000 kaki) — Ramjet tidak lagi berfungsi
  • 50 km (164.000 kaki) — Stratosfer berakhir
  • 80 km (262.000 kaki) — Mesosfer berakhir
  • 100 km (328.000 kaki) — Permukaan aerodinamika tidak lagi berfungsi

Proses masuk-kembali dari orbit dimulai pada 122 km (400.000 ft).


Angkasa tidak sama dengan orbit

Kesalahan pengertian umum tentang batasan ke angkasa adalah orbit terjadi dengan mencapai ketinggian ini. Orbit membutuhkan kecepatan orbit dan secara teoritis dapat terjadi pada ketinggian berapa saja. Gesekan atmosfer mencegah sebuah orbit yang terlalu rendah.

Ketinggian minimal untuk orbit stabil dimulai sekitar 350 km (220 mil) di atas permukaan laut rata-rata, jadi untuk melakukan penerbangan angkasa orbital nyata, sebuah pesawat harus terbang lebih tinggi dan (yang lebih penting) lebih cepat dari yang dibutuhkan untuk penerbangan angkasa sub-orbital.

Mencapai orbit membutuhkan kecepatan tinggi. Sebuah pesawat belum mencapai orbit sampai ia memutari Bumi begitu cepat sehingga gaya sentrifugal ke atas membatalkan gaya gravitasi ke bawah pesawat. Setelah mencapai di luar atmosfer, sebuah pesawat memasuki orbit harus berputar ke samping dan melanjutkan pendorongan roketnya untuk mencapai kecepatan yang dibutuhkan; untuk orbit Bumi rendah, kecepatannya sekitar 7,9 km/s (28.400 km/jam — 18.000 mill/jam). Oleh karena itu, mencapai ketinggian yang dibutuhkan merupakan langkah pertama untuk mencapai orbit.

Energi yang dibutuhkan untuk mencapai kecepatan untuk orbit bumi rendah 32MJ/kg sekitar dua puluh kali energi yang dibutuhkan untuk mencapai ketinggian dasar 10 kJ/km/kg.